Rabu, 08 Februari 2012

Bermain Catur di Arena Sastra


Bermain Catur di Arena Sastra
Oleh Neneng Nurjanah

Data Buku
Judul                            : Filosofi Catur
Karya                           : Katherine Neville
Jumlah halaman           : 1182 halaman
Terbit                          : Agustus 2007


Siapa yang tak kenal catur? Permainan tua yang konon berasal dari Iran kuno ini, menyita banyak perhatian orang di berbagai sudut bumi. Catur bahkan menjadi cabang olah raga yang banyak dipertandingkan. Entah itu demi meraih gelar atau hanya sebagai pengisi waktu luang saja.

Tapi, bagaimana jika yang menjadi buah catur bukan pion-pion yang terbuat dari kayu, melainkan manusia. Sekali tersingkir, kematian menjadi sebuah resiko permainan. Inilah yang terjadi dalam novel Filosofi Catur yang diterjemahkan dari novel The Eight karya Katherine Neville tahun 1988. novel ini kita membawa pada pertarungan antara sekelompok orang dari tim hitam dan kelompok putih. Uniknya identitas masing-masing tim tidak diungkap secara eksplisit, pembaca justru ditantang untuk menebak siapa tim hitam dan tim putih beserta posisinya dalam permainan. Selain itu, kitapun diajak mengembara menuju semesta ilmu alam (matematika, fisika, kimia) dan seni (musik). 

Novel yang berjumlah 1182 ini, memfokuskan penceritaannya pada dua tokoh yang bernama Mireille de Remmy dan Catherine Velis yang berperan sebagai Ratu hitam. Seperti ratu (queen) dalam permainan catur- yang dapat melangkah bebas- dua tokoh ini berkelana dari satu negara ke negara lain. Petualanganpun terjalin, dibumbui dengan tokoh-tokoh sejarah seperti Rousseau, Voltaire, Napoleon Bonaparte, dan Robespierre.

Singkatnya, novel ini bercerita tentang seperangkat alat catur yang dibawa orang moor (muslim) sebagai hadiah dari Ibn-al-Arabi  untuk Raja Charlemagne di Prancis atas bantuan mengalahkan bangsa Basque Pyrenees. Buah catur ini terbuat dari logam mulia yang dihiasi oleh batu-batuan rubi, safir, berlian dan jamrud serta kekuatan yang misterius. Sehingga, Raja Charlemagne memerintahkan untuk menguburnya di biara Montglane. Kemudian seperangkat catur itu disebut Montglane Service.

Seiring dengan revolusi Prancis tahun 1790, ada beberapa pihak yang ingin memiliki Montglane Service untuk memperoleh formula rahasia yang terkandung di dalamnya. Inilah yang menyebabkan Madam Roque, kepala biara Montglane menyusun strategi untuk menyelamatkan Montglane Service. Kepala biara mengutus dua biarawati dari biara Montglane yang bernama Mireille de Remmy dan sepupunya Valentine untuk ikut andil dalam usaha penyelamatan Montglane Service.

Perebutan Montglane Service melibatkan Mireille dan Valentine pada sebuah permainan yang berujung pada kematian Valentine. Hal ini membuat Mireille terpancing untuk menguak misteri Montglane Service dan membawanya pada sejumlah pengembaraan dari Corsiva sampai Aljazair. Di Aljazair barulah Mireille paham permainan beserta posisinya. Mireille yang ternyata seorang ratu hitam mengetahui misteri Montglane Service dan berusaha untuk memastikan buah-buah catur dalam keadaan aman.

Perebutan montglane service berlanjut sampai 1972, yang melibatkan seorang ahli komputer yang bernama Catherine Velis. Ia menghadapi kematian misterius Grand Master Fiske dan Saul (sopir pribadi temannya).  Pada saat yang sama Chaterine yang sama mendapat tugas untuk meng-install program di sebuah departemen perminyakan di Aljazair. Di sana Chaterine terlibat pada pergantian posisi ratu hitam dan tugas penyelamatan Montglane Service. Hingga akhirnya, Catherine dan teman-temannya menyibak tabir rahasia Montglane Service yang memuat formula rahasia panjang usia dan gambaran tatanan alam semesta.
***
Novel setebal 1182 halaman tentu menyita banyak konsentrasi. Tapi, dengan penggunakan bahasa yang sederhana dan terjemahan yang cukup jernih, mata kita seakan tidak lelah untuk menelusuri lembar demi lembar, menikmati lukisan imagi visual yang estetik. Terasa nikmat rasanya kita mengecap kalimat ‘tanah ini tenggelam di musim semi (hal 14)’ menggambarkan kondisi jalan bukit yang lembab di musim semi yang seharusnya kering. Atau kalimat ‘…tak ada yang bergerak disana kecuali kristal-kristal  pasir yang berterbangan dihembus oleh nafas Tuhan (hal 604)’ yang mendeskripsikan hamparan lautan pasir Sahara dengan tiupan angin.

Novel ini juga  menarik karena penceritaan yang berlapis. Ada tujuh bab pada novel ini yang memiliki subbab, seperti ada cerita dalam cerita. Semisal pada bab pertama yang diawali dengan deksripsi keadaan genting di Prancis dan akhirnya berujung pada penceritaan Madam Roque tentang asal mula Montglane Service. Tehnik penceritaan ini membuat pembaca dituntut untuk teliti dalam membedakan mana subcerita, dan cerita utama.

Yang lebih unik lagi novel ini memiliki jalinan cerita novel meloncat loncat. Bab pertama menceritakan tentang Mireille dengan latar, tahun 1790 dan bab kedua penceritaan beralih pada Catherine dengan latar, tahun 1972. Tapi asiknya membaca novel ini, meski cerita yang berloncat-loncat, penulis tahu betul di mana menempatkan cerita Mireille dan Catherine. Sehingga, saat klimaks setiap bagian tidak kehilangan ketegangan dan kejutan-kejutan yang membuat kita tambah penasaran dengan kelanjutan nasib para tokoh. Dan membuat kita tertantang untuk menebak teka-teki dan misteri yang belum terungkap.

***
Perempuan Dalam Permainan Yang Patriarkhal

Posisi Mireille dan Catherine dalam novel ini sangat unik. Mereka memiliki peranan penting dalam menentukan menang kalahnya tim dan keselamatan Montglane Service. Sebagai ratu hitam mereka menunjukan kekuatan perempuan (girl power) dalam menyelesaikan misi, meskipun harus mengorbankan nyawa. Selain itu, Catherine sebagai ratu hitam memiliki kekuasaan untuk menentukan nasib Montglane Service yang sudah terkumpul.

Seperti juga ungkapan Yalom, seorang peneliti senior di Institute for Women and Gender di Stanford University, Amerika Serikat  yang meneliti permainan catur pada abad pertengahan, Ia mengatakan bahwa posisi Ratu (queen) dalam permainan catur-yang anggotanya adalah laki-laki-sangatlah unik. Ia adalah satu-satunya buah catur yang memiliki langkah yang sangat bebas, dan yang lebih hebatnya lagi ratu bisa melakukan ancaman mati (checkmate) terhadap seorang Raja (king). Ini ternyata posisi relevan menguatnya posisi perempuan di Eropa Selatan pada abad pertengahan yang berhak atas warisan, gelar kebangsawanan dan memerintah suatu wilayah.

Sebagai Ratu Hitam Mireille dicitrakan sebagai tokoh yang cerdas dan  berani. Dengan tangguh, Dia menaiki kuda menuju Corsiva dan menyebrangi laut tengah untuk mencapai Aljazair meskipun dalam keadaan hamil. Tanpa ragu dia pun membunuh Jean Paul Madat sebagai aksi balas dendam atas kematian Valentine serta mengatur kehidupan posisi orang yang berperan dalam permainan agar Montglane Service ada dalam keadaan yang aman.

Catherinepun demikian, dia memiliki kecerdasan seorang ahli komputer dengan karakter yang kuat dan tegas. Bersama teman-temannya, Ia memecahkan teka-teki penggalian buah catur, dan misteri formula rahasia Montglane Service. Sebagai Ratu Hitam, ia mampu bekerja sama dengan timnya seperti Solarin sebagai  knigt (kuda), dan Nim sebagai rook (Benteng).

Akhirnya, ada semacam pesan yang terselubung dalam novel ini, yaitu perempuan memiliki kekuatan yang besar meski ada dalam kehidupan yang patriarkal. Laki-laki dalam hal ini tidak selalu menjadi musuh, melainkan menjadi partner dalam memerangi kejahatan yang lebih besar. Novel ini seakan memberi spritit untuk menjadikan diri perempuan sebagai ‘Ratu’ yang tidak melulu manut pada sang ‘Raja’, namun menjelma sosokyang berkuasa. ***


1 komentar:

  1. deskripsi yang menarik. tapi sayang menurutku tulisan ini kehilangan satu unsur penting dalam mengulas buku yakni kritik dari penulisnya yang boleh jadi malah lebih jenius dari si penulis buku itu sendiri.

    BalasHapus