Kamis, 15 November 2012

Lelaki Vespa dan Topi Butut



 Apa yang terbayang ketika ngeliat vespa? 

Antik, nyantei, kaca mata pilot, helm batok dan lelaki manis berambut keriting... Ouw cakep sekali.. Saat jiwaku mandek dengan aktivitas kampus, my secret admirer melintas dengan vespa birunya. Helm batok menutupi sebagian rambut ikalnya. Topi butut, dan kaca mata hitam polit, tak sebiji zarah pun menghilangkan keindahannya. Senyumnya memupus kepenatanku.

Vespa, kendaraan yang diciptakan orang Eropa ini memang menarik banyak orang. Aku cukup tertarik dengan vespa. Aku pun memiliki banyak kenangan dengan vespa. Pernah suatu kali, aku pulang nonton monolog festival di CCF Bandung. Saat itu waktu menunjukan pukul 10 malam. Biasanya aku bergerombol dengan teman-temanku pulang pake angkot. Kali ini tak biasa, ada seorang teman yang menawariku untuk pulang ke kostan pake vespa. Tentunya aku sangat senang. Selain bisa menghemat ongkos, aku juga bisa menikmati udara malam di Bandung sambil menikmati angin kembara.

Ditengah jalan, suara vespa terdengar sumbang. Temanku menggotang-goyang jok vespa, sambil berkata ”Neng sabar yaa...”. Ternyata eh ternyata.. bensinnya habis. Akhirnya aku turun dan berjalan berdampingan. Saat itu, kami berjalan di jalan Cipaganti. Temanku disamping menuntun vespa menuju pom bensin. Aku berjalan disamping vespa sambil tersenyum-senyum. Dasar vespa memang ada aja yang ajaib. Saat itu, aku senang karena jalanan rimbun dengan pepohonan, aku benar-benar merasakan udara Bandung saat perlahan menyusri jejalanan. Sambil jalan, temanku melontarkan beberapa lelucon sunda. Kami tertawa bersama dan kulihat matanya begitu berkilau. Sesampainya di Pom bensin, teman-temanku yang ramai-ramai menaiki angkot melambaikan tangan sambil tersenyum. Kontan pipiku memerah, tapi karena saat itu malam, otomatis mukaku terlihat buram.

Disaat yang lain. Temanku masih menawariku tumpangan vespa. Pengalaman yang lampau memang tak membuatku kapok. Aku pun menerima tawarannya dengan alasan yang sama, menghemat uang. Sebenarnya aku baru pertama kali pulang diantar vespa. Mungkin ini akan jadi pengalaman yang menarik. Track perjalanan Ledeng-Cimahi memang agak sedikit menantang, liukan naik turun dan belokan membuat setiap pengendara harus berhati-hati. Saat itu, temanku bertanya
”Neng Mau yang cepat? Atau yang aman?”
”Yang cepat ” jawabku dengan sigap

Waktu jalanan menanjak dan sedikit berbelok. Otomatis temanku langsung ngebut dan tancap gas. Aku dianjurkan untuk memegang pinggangnya tapi aku enggan. Akhirnya aku trepelanting jatuh dari tanjakan. Badanku terguling, betapa malunya saat itu. Gamis unguku langsung kotor begitu pula dengan jilbab putihku. Lumpur dan bau tanah berjejak di pakaianku. Temanku menyesal sambil nyengir.
”Neng ga apa-apa kan? Waduuh ini pertama kalinya aku gagal ngebonceng orang. Waah kacau!”
”Iya ga apa-apa, toh ini kan ga disengaja” ujarku sambil meringis kesakitan.  

Pengalaman terbaru. Ketika itu, aku memaksa adik kelasku untuk mengantarkanku pulang karena waktu itu aku malas berangkot-angkot ria. Selain hari yang semakin sore, biasanya macet dijalanan membuatku sedikit kesal. Akhirnya, adik kelasku bersedia mengantarkanku dengan vespa. Perjalanan begitu mengasyikan, tiupan angin dan deru kendaraan membuatku selalu bersemangat. Tiba-tiba di tengah pejalanan mur ban vespa jatuh otomatis vespa jadi oleng. Kami menepi, setelah adik kelasku memiringkan Vespa, ternyata ban belakangnya lepas. Kami saling memandang dan tertawa terbahak-bahak.. memang vespa..

”Teteh maaf ya, perjalanannya jadi terhambat.”
”Santai aja, ga apa-apa koq. Vespa kan biasanya kaya gini.”
Saat itu adik kelasku langsung membelikan ku minum dan sebungkus biskuit. Dia merasa tidak enak karena gangguan ini.

Dari semua pengalamanku ini, tak sedikitku rasa suka ku pada vespa berkurang, Vespa selalu membuatku merasa nyaman. Suatu saat nanti aku juga mau mengendarai vespa dan konvoi bersama. Menaklukan daratan dan melampaui lautan.. Vespa juga mengingatkanku pada lelaki bertopi butut yang selama ini menjadi bintang di langit pentagon (Gedung FPBS UPI yang sekarang roboh)..



Vespa.. oh Vespa. Oh topi butut...

Lelaki Hiburan Malam



N Nurjanah
Malam-malam ini tak sesepi dulu. Ada keriuhan yang  berkunjung di desa. Ya.. semacam hiburan keliling yang biasa muncul menjelang liburan sekolah. Malam ini, malam minggu, malam dimana sepasang kekasih beradu pandang dan saling melempar senyum manja. Malam saat mereka saling mengucap kata sayang atau bahkan sebaliknya. Mungkin hari ini hari terakhir mereka berkasih.

Malam minggu ini menjadi malam yang berbeda, ada jajaran shaf makanan yang terhampar di pinggiran jalan. Pula baju-baju yang sederhana yang dijual murah, begitupun makanan malam seperti martabak, minuman limun, baso, mie ayam, dan aromanis. Semua tampak meriah dengan warna-warna yang ceria. Semua mencoba menarik perhatian orang yang berkunjung, berharap mereka mampir dan mendermakan sedikit uangnya untuk menukarnya dengan makanan yang ada.

Yaah. Ada dua pasang kekasih yang berlabuh di tempat tukang bakso. Mereka duduk sejajar namun saling berhadapan, si lelaki mendekati perempuannya dengan tatapan yang mesra, si perempuan tampak malu, ia menyembunyikan muka merahnya dengan tergesa memakan bakso dengan cepat. Mungkin jantungnya berpacu cepat. Atau mungkin pula ia menginginkan malam berlalu dengan lambat. Agar ia bisa menatap si lelaki dalam rentang waktu yang lama. Aaah, dunia serasa milik mereka. Sementara aku hanya mendiami separuh dari dunia yang mereka miliki.

Suasana semakin riuh anak-anak dengan ayah dan ibunya mengunjungi beberapa permainan. Kapal-kapalan, komedi putar dan kolam balon. Anak-anak begitu riang, mereka tergesa membeli tiket sebagai alat tukar permainan. Ya inilah hiburan yang paling manusiawi. Gerakan yang masih tercermati oleh mata. Mesin yang hanya  berputar sesuai dengan kemampuan manusia. Teknologi sederhana yang masih terjangkau bagi mereka. Bukan energi nano yang high level, pula mesin yang menegasikan tenaga manusia. Ia berputar ketika manusia menghendakinya, dan ketika manusia berusaha memutarkannya. Semakin besar kekuatan maka semakin cepat perputarannya.
***
Ku coba menaiki komedi putar, tampaknya ketika aku berputar dengan mesin itu, kepenatanaku akan terpelanting jauh, aku bisa merasakan adrenalinku tertantang, pengalaman yang fantastis. Aku mengajak Hasan naik bersama. Tadinya hanya beberapa orang yag menaiki komedi putar ini, namun lam a kelamaan orang-orang ikut menaikinya juga. Ada sepasang suami istri yang menaikinya. Ada pula anak-anak dan bahkan ibu-ibu, mencoba kedahsyatan putaran mesin itu.

Perlahan tempat duduk penuh. Satu demi satu orang-orang naik. Komedi pun diputar. Ada lima lelaki yang berkulit legam memasuki arena dan memegangi kursi komedi. Lantas mereka memutarnya dengan sekuat tenaga. Sambil menikmati musik dangdut, mereka masih memutar komedi. Aku sepereti menaiki gelombang longitudinal, naik dan turun dan terus berputar pada orbitnya.

Sesekali lelaki itu bergelantung di kursi komedi, ketika komedi berada pada titik tertinggi, mereka melakukan gaya memutar mirip seperti putaran bor. Pinggul mereka bergoyang sealun irama dangdut. Ketika ada yang hendak naik mereka memelankan komedi itu dan membantu duduk di kursi.
***
Entah kenapa mataku tertuju pada seorang lelaki berbaju merah. Ia memakai baju tanpa lengan, dan jeans yang agak kumal. Ia seakan menantang rasa dingin dan hawa yang lembab. Sesekali ia berjoget seiring irama musik dangdut, musik yang mereka gemari yang diputar dalam bentuk video compact disk. Pinggulnya selalu bergoyang, ketika komedi mulai berputar pelan. Tangannya melambai dan kakinya bergerak maju mundur. Dalam satu kesempatan ia berjoget berpasangan dengan kawan lelakinya. Mereka tampak seperti pasangan joget yang serasi. Memadukan musik dangdut dengan gemulai tubuhnya.

Mataku masih tertuju padanya. Ku coba menelisik sambil membuka referensi di laci-laci ingatanku. Lagu dangdut masih mendesah, suara erotispun berdentang dengan hentakan kendang. Semua orang tampak menikmatinya, ada yang menggerakan tangan, pun anak kecil ikut juga. Ada sepasang suami istri duduk di sampingku, sambil menggendong anak mereka yang masih bayi. Mungkin mereka mengenang ketika pertama bertemu. Pandangan hangat yang membawa mereka pada pelaminan. Pandangan yang mengiring pada buah cinta mereka.

Komedi diputar lagi, yang ini lebih kencang dan lebih dahsyat, putarannya benar benar bergelombang, dengan ritme yang cepat. Kelima lelaki itu bergelantung di bangku-bangku komedi , ketika komedi ada pada titik tertinggi mereka melakukan salto. Ah.. akrobat yang menarik. Gerakan yang unik. Memicu decak kagum para penontonnya.
” Ini malam minggu Bung! Tak ada yang boleh kesepian disini”.  mungkin ujarnya.
Komedipun berputar kencang, jantungku berpacu cepat sambil merasakan hentakan angin yang semakin dingin. Tanganku masih memegang kursi sambil sesekali melihat kekelaman langit. Dunia memang seindah malam dan semisteri dirimu. Angin semakin kencang pada putaran tercepat, dan perlahan melambat dalam putaran yang pelan, musik dangdut masih melagu, namun permainan telah usai.. saat nya pulang.

“Ini malam minggu Bung! Saatnya berkarya”  ujar hatiku sambil melaju.
Padalarang, 23 Juni 2007

Andai Aku Menjadi Ketua Kpk




Ketua KPK adalah posisi yang paling penting sejagat Indonesia. Menjadi ketua KPK berarti siap menjadi musuh bagi para koruptor. Kita tahu sendiri, koruptor di Indonesia menjamur hampir di setiap institusi. Virus korupsi menyebar dengan masif ke dalam urat dan perlahan merobohkan kehidupan bangsa.

Soekarno pernah berkata, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tetapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu Sendiri”. Seakan meramalkan cuaca perpolitikan Indonesia, Soekarno mampu membaca keadaan Indonesia kini yang sibuk membarantas koruptor di Indonesia. Sibuk menghantam musuh dalam selimut Bangsa Indonesia. Musuh bertopeng kawan. Musuh yang diam-diam menggerogoti kedaulatan Republik Indonesia.

Upaya Pemberantasan Korupsi, mestilah bermula dengan upaya penegakan Hukum. Bagi Hobbes hukum merupakan satu-satunya norma untuk menilai sesuatu benar atau salah; adil atau tidak adil. Namun, ini tak  semudah membalikan telapak tangan. Hukum kita masihlah hukum yang transaksional. Keadilan bisa ditukar dengan segepok dolar. 

Sedih memang, namun kita ada waktu untuk meratap. KPK adalah harapan bagi indonesia. Jika aku menjadi ketua KPK, kuusulkan hukuman 200 tahun penjara untuk koruptor dengan sel minim fasilitas. Alternatif lain, memberi bimbingan dan pengawasan keluarga koruptor agar tidak mengikuti jejak si koruptor. Intinya menjadi ketua KPK mendorong hukuman yang membuat para koruptor jera dan malu. 

Menjadi ketua KPK berarti mendidik keluarga untuk anti korupsi; mengajak teman dan kolega untuk anti korupsi; dan memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk meridhoi langkah pemberantasan korupsi.



Selasa, 06 November 2012

Semalam dengan Penerjemah Sastra


Oleh : N. Nurjanah

Syahdan, Tony berdiri di atas panggung. Air muka yang resah tergambar dalam garis wajahnya. Dirabanya dinding, Dipeganginya dada yang sesak. Kegelapan dan udara pengap semakin menghimpit paru-parunya. Ia berteriak, “Aaaaaa..”. Lemas, tak mampu lagi berkata-kata. Rasa putus asa menyerbu jiwa Tony. Ia pun lemas dan duduk. Dirabanya orang tergolek di samping, ia semakin sesak. Tak lama ia pingsan.

Ada semacam aura gelap menyebar ke seluruh ruangan seiring tepuk tangan penonton. Tapi, Eitts…ini bukanlah pertunjukan teater seperti biasanya. Ini salah satu pertunjukan yang diadaptasi dari nukilan terjemahan novel Dover karya Gustaaf Peek, penulis Belanda. Novel ini memotret kehidupan imigran gelap di Belanda. Singkat memang, namun gambaran para imigran yang diliputi rasa sakit dan putus asa tercermin dalam setiap gerak-gerik para pemain.

Acara bertajuk “Menuju Pusat Penerjemahan Sastra” tanggal 13 Oktober 2012 di Erasmus Huis, merupakan acara pamungkas kegiatan workshop penerjemahan sastra yang digagas Inisiatif, Pusat Penerjemahan sastra. Acara ini melibatkan Kjersti Skomsvold, penulis Norwegia; Gustaaf Peek, Penulis Belanda; Kari Dickson, penerjemah bahasa Norwegia ke bahasa Inggris, dan David Colmer penerjemah bahasa Belanda ke bahasa Inggris; Arif Bagus Prasetyo, penulis & kurator; Anton Kurnia, Penulis & Penerjemah; dan Widjajanti Dharmowijono, dosen & penerjemah.

Kegiatan ini lahir dari keprihatinan Eliza Vitri Handayani, Founder Inisiatif, Pusat Penerjemahan Sastra terhadap kegiatan penerjemahan sastra selama ini. Banyak karya sastra yang berkualitas tidak dapat dinikmati khalayak di Indonesia karena minimnya penerjemahan karya sastra. Ditambah lagi dengan kompetensi penerjemah yang kurang memadai, ruang kerja yang sulit, dan rendahnya apresiasi karya sastra terjemahan. 

Damhuri Muhammad dalam kumpulan esai Darah Daging Sastra Indonesia pernah menyoroti perihal penerjemahan sastra, khususnya sastra Arab. Selama ini, para penerjemah menguasai bahasa Arab dengan baik namun payah dalam bahasa Indonesia. Sehingga yang dihasilkan adalah teks terjemahan bahasa Indonesia yang bercita rasa bahasa Arab. Oleh karenanya, menyunting teks tidak hanya perlu penguasaan terjemahan tekstual, tapi juga kecerdasan mengungkapkan tafsir kontekstual agar pesan teks asli tidak hilang (2010: 23-26).
 ***
Nah, kegiatan workshop ini menjadi sangat menarik karena menghadirkan penulis, dan penerjemahnya langsung. Para peserta bisa langsung mengklarifikasi makna dan konteks dari sebuah cerita. Seperti yang diungkapkan oleh Arif Bagus Prasetyo menyebutkan kebiasaan orang Norwegia yang membuang barang bekas di sungai, tentu ini jauh dari benak orang Indonesia, “Di Indonesia, kalau ada sepeda butut ya, eggak di buang, paling jelek juga dikilo”. 

Pun ketika menerjemahkan kata ‘van’ dalam bahasa Belanda. Dalam pandangan Anton Kurnia, ‘van’ bisa diartikan mobil box atau barang, yang digunakan orang untuk mengangkut para imigran gelap di Belanda.
Sekilas menerjemahkan sastra tampaklah mudah, namun nyatanya pelik. Mestilah kita paham konteks dan budaya teks asli untuk memperoleh makna yang tepat. Namun, dari penerjemahan inilah kita bisa merasakan pengalaman, dan budaya yang berbeda. Bagi penulis tentu ini sangat bermanfaat untuk sebagai pembelajaran dan pengalaman dalam membentang imajinasi. 

Terakhir, tentu kita berharap akan banyak karya terjemahan sastra berkualitas dapat dinikmati. Semoga.


Rabu, 08 Februari 2012

Bermain Catur di Arena Sastra


Bermain Catur di Arena Sastra
Oleh Neneng Nurjanah

Data Buku
Judul                            : Filosofi Catur
Karya                           : Katherine Neville
Jumlah halaman           : 1182 halaman
Terbit                          : Agustus 2007


Siapa yang tak kenal catur? Permainan tua yang konon berasal dari Iran kuno ini, menyita banyak perhatian orang di berbagai sudut bumi. Catur bahkan menjadi cabang olah raga yang banyak dipertandingkan. Entah itu demi meraih gelar atau hanya sebagai pengisi waktu luang saja.

Tapi, bagaimana jika yang menjadi buah catur bukan pion-pion yang terbuat dari kayu, melainkan manusia. Sekali tersingkir, kematian menjadi sebuah resiko permainan. Inilah yang terjadi dalam novel Filosofi Catur yang diterjemahkan dari novel The Eight karya Katherine Neville tahun 1988. novel ini kita membawa pada pertarungan antara sekelompok orang dari tim hitam dan kelompok putih. Uniknya identitas masing-masing tim tidak diungkap secara eksplisit, pembaca justru ditantang untuk menebak siapa tim hitam dan tim putih beserta posisinya dalam permainan. Selain itu, kitapun diajak mengembara menuju semesta ilmu alam (matematika, fisika, kimia) dan seni (musik). 

Novel yang berjumlah 1182 ini, memfokuskan penceritaannya pada dua tokoh yang bernama Mireille de Remmy dan Catherine Velis yang berperan sebagai Ratu hitam. Seperti ratu (queen) dalam permainan catur- yang dapat melangkah bebas- dua tokoh ini berkelana dari satu negara ke negara lain. Petualanganpun terjalin, dibumbui dengan tokoh-tokoh sejarah seperti Rousseau, Voltaire, Napoleon Bonaparte, dan Robespierre.

Singkatnya, novel ini bercerita tentang seperangkat alat catur yang dibawa orang moor (muslim) sebagai hadiah dari Ibn-al-Arabi  untuk Raja Charlemagne di Prancis atas bantuan mengalahkan bangsa Basque Pyrenees. Buah catur ini terbuat dari logam mulia yang dihiasi oleh batu-batuan rubi, safir, berlian dan jamrud serta kekuatan yang misterius. Sehingga, Raja Charlemagne memerintahkan untuk menguburnya di biara Montglane. Kemudian seperangkat catur itu disebut Montglane Service.

Seiring dengan revolusi Prancis tahun 1790, ada beberapa pihak yang ingin memiliki Montglane Service untuk memperoleh formula rahasia yang terkandung di dalamnya. Inilah yang menyebabkan Madam Roque, kepala biara Montglane menyusun strategi untuk menyelamatkan Montglane Service. Kepala biara mengutus dua biarawati dari biara Montglane yang bernama Mireille de Remmy dan sepupunya Valentine untuk ikut andil dalam usaha penyelamatan Montglane Service.

Perebutan Montglane Service melibatkan Mireille dan Valentine pada sebuah permainan yang berujung pada kematian Valentine. Hal ini membuat Mireille terpancing untuk menguak misteri Montglane Service dan membawanya pada sejumlah pengembaraan dari Corsiva sampai Aljazair. Di Aljazair barulah Mireille paham permainan beserta posisinya. Mireille yang ternyata seorang ratu hitam mengetahui misteri Montglane Service dan berusaha untuk memastikan buah-buah catur dalam keadaan aman.

Perebutan montglane service berlanjut sampai 1972, yang melibatkan seorang ahli komputer yang bernama Catherine Velis. Ia menghadapi kematian misterius Grand Master Fiske dan Saul (sopir pribadi temannya).  Pada saat yang sama Chaterine yang sama mendapat tugas untuk meng-install program di sebuah departemen perminyakan di Aljazair. Di sana Chaterine terlibat pada pergantian posisi ratu hitam dan tugas penyelamatan Montglane Service. Hingga akhirnya, Catherine dan teman-temannya menyibak tabir rahasia Montglane Service yang memuat formula rahasia panjang usia dan gambaran tatanan alam semesta.
***
Novel setebal 1182 halaman tentu menyita banyak konsentrasi. Tapi, dengan penggunakan bahasa yang sederhana dan terjemahan yang cukup jernih, mata kita seakan tidak lelah untuk menelusuri lembar demi lembar, menikmati lukisan imagi visual yang estetik. Terasa nikmat rasanya kita mengecap kalimat ‘tanah ini tenggelam di musim semi (hal 14)’ menggambarkan kondisi jalan bukit yang lembab di musim semi yang seharusnya kering. Atau kalimat ‘…tak ada yang bergerak disana kecuali kristal-kristal  pasir yang berterbangan dihembus oleh nafas Tuhan (hal 604)’ yang mendeskripsikan hamparan lautan pasir Sahara dengan tiupan angin.

Novel ini juga  menarik karena penceritaan yang berlapis. Ada tujuh bab pada novel ini yang memiliki subbab, seperti ada cerita dalam cerita. Semisal pada bab pertama yang diawali dengan deksripsi keadaan genting di Prancis dan akhirnya berujung pada penceritaan Madam Roque tentang asal mula Montglane Service. Tehnik penceritaan ini membuat pembaca dituntut untuk teliti dalam membedakan mana subcerita, dan cerita utama.

Yang lebih unik lagi novel ini memiliki jalinan cerita novel meloncat loncat. Bab pertama menceritakan tentang Mireille dengan latar, tahun 1790 dan bab kedua penceritaan beralih pada Catherine dengan latar, tahun 1972. Tapi asiknya membaca novel ini, meski cerita yang berloncat-loncat, penulis tahu betul di mana menempatkan cerita Mireille dan Catherine. Sehingga, saat klimaks setiap bagian tidak kehilangan ketegangan dan kejutan-kejutan yang membuat kita tambah penasaran dengan kelanjutan nasib para tokoh. Dan membuat kita tertantang untuk menebak teka-teki dan misteri yang belum terungkap.

***
Perempuan Dalam Permainan Yang Patriarkhal

Posisi Mireille dan Catherine dalam novel ini sangat unik. Mereka memiliki peranan penting dalam menentukan menang kalahnya tim dan keselamatan Montglane Service. Sebagai ratu hitam mereka menunjukan kekuatan perempuan (girl power) dalam menyelesaikan misi, meskipun harus mengorbankan nyawa. Selain itu, Catherine sebagai ratu hitam memiliki kekuasaan untuk menentukan nasib Montglane Service yang sudah terkumpul.

Seperti juga ungkapan Yalom, seorang peneliti senior di Institute for Women and Gender di Stanford University, Amerika Serikat  yang meneliti permainan catur pada abad pertengahan, Ia mengatakan bahwa posisi Ratu (queen) dalam permainan catur-yang anggotanya adalah laki-laki-sangatlah unik. Ia adalah satu-satunya buah catur yang memiliki langkah yang sangat bebas, dan yang lebih hebatnya lagi ratu bisa melakukan ancaman mati (checkmate) terhadap seorang Raja (king). Ini ternyata posisi relevan menguatnya posisi perempuan di Eropa Selatan pada abad pertengahan yang berhak atas warisan, gelar kebangsawanan dan memerintah suatu wilayah.

Sebagai Ratu Hitam Mireille dicitrakan sebagai tokoh yang cerdas dan  berani. Dengan tangguh, Dia menaiki kuda menuju Corsiva dan menyebrangi laut tengah untuk mencapai Aljazair meskipun dalam keadaan hamil. Tanpa ragu dia pun membunuh Jean Paul Madat sebagai aksi balas dendam atas kematian Valentine serta mengatur kehidupan posisi orang yang berperan dalam permainan agar Montglane Service ada dalam keadaan yang aman.

Catherinepun demikian, dia memiliki kecerdasan seorang ahli komputer dengan karakter yang kuat dan tegas. Bersama teman-temannya, Ia memecahkan teka-teki penggalian buah catur, dan misteri formula rahasia Montglane Service. Sebagai Ratu Hitam, ia mampu bekerja sama dengan timnya seperti Solarin sebagai  knigt (kuda), dan Nim sebagai rook (Benteng).

Akhirnya, ada semacam pesan yang terselubung dalam novel ini, yaitu perempuan memiliki kekuatan yang besar meski ada dalam kehidupan yang patriarkal. Laki-laki dalam hal ini tidak selalu menjadi musuh, melainkan menjadi partner dalam memerangi kejahatan yang lebih besar. Novel ini seakan memberi spritit untuk menjadikan diri perempuan sebagai ‘Ratu’ yang tidak melulu manut pada sang ‘Raja’, namun menjelma sosokyang berkuasa. ***